BANTENPERSPEKTIF.COM, POLITIK - Dua politisi PDI Perjuangan yaitu Eva Sundari dan Budiman Sujatmiko menjadi perbincangan netizen terkait pasal penghinaan presiden. Dalam twitter dengan hastag DoaBersamaTragedi2122Mei, seorang netizen mengupload screen shoot berita statement keduanya terkait pasal tersebut.
Dalam screen shoot tersebut Budiman pernah memberikan kritik keras terkait pasar karet tersebut. Dengan judul Budiman;Pasal Penghinaan Presiden Wujud Wajah Bengis Kekuasaan, Budiman mengkritik pemerintah saat itu yaitu Susilo Bambang Yudhoyono.
Sementara koleganya yaitu Eva Sundari pun memberikan kritik yang lebih keras. Eva Sundai; Pasal Penghinaan Presiden Lahirkan "Penjilan". Dalam screen shoot tersebut merupakan kutipan dari dua media online, yaitu Merdeka untuk berita komentar Budiman dan Liputan6 untuk berita Eva Sundari.
BantenPerspektif mecoba menelusuri kebenaran berita tersebut dan ternyata memang benar ada berita yang memuat komentar Budiman Sujatmiko terkait pasal penghinaan presiden. Berita tersebut diupload oleh Merdeka pada Kamis, 4 April 2013 14:38 ditulis oleh Reporter : Laurencius Simanjuntak.
Ditulis dalam berita tersebut ditulis pernyatan Budiman yang diawali dengan paragrap pertama dengan tulisan Masuknya kembali pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam RUU KUHP merupakan kemunduran demokrasi. Selain itu, rencana mengembalikan pasal tersebut adalah sinyalemen bahwa pemerintah atau penguasa belum siap mendapat kritik dari masyarakat, sebagai refleksi perilaku kekuasaan yang dianggap abai terhadap kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
Wah, ibu kl ngomong suka bener nih, memang banyak lahir para penjilat Bu gara2 pasal itu dari mulai propessor ampe kompresor.
— Syarif Hidayat (@shidayat_alqus) 30 Mei 2019
Senada dgn babang Budi ini jg bettul, klw pasal ini hanya memperlihatkan wujud wajah bengis kekuasaan.
(Menolak lupa)
Glek.#DoaBersamaTragedi2122Mei pic.twitter.com/auEb0bedih
Dalam pada paragrap berikutnya Budiman mengatakan bahwa jika kekuasaan tidak mampu menjadi pengayom dan pelindung masyarakat maka kekuasaan tersebut tampil dengan wajah beringas dan bengis, represif dan otoriter.
"Tetapi jika kekuasaan sebaliknya tampil dengan wajah beringas dan bengis, represif dan otoriter, maka dari perspektif masyarakat, kekuasaan menjadi sesuatu yang patut di kontrol dan diingatkan. Kalau kemudian ekspresi masyarakat itu dianggap menghina kekuasan, maka jelas kekuasan telah menampakkan diri dan wajah yang sebenarnya," kata Budiman lewat keterangan tertulis, Kamis (4/4) seperti dilansir Merdek. (DBS/KNT)
0 Komentar