Disamping ramai pembicaraan soal aksi demonstrasi para buruh dan mahasiswa yang menolak pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang - undang, ada yang tidak kalah menariknya dan viral juga yaitu perihal microfon di parlemen yang mati. Hampiir semua media mainstream memberitakan soal mircofon yang konon dimatikan.
Video jemari iseng Puan Maharani, Ketua DPR RI pun beredar di sosial media. Jangan tanya respon netizen, sudah pasti sindiran, nyinyiran, kemarahan dan keheranan campur aduk menanggapi video tersebut.
Tidak tahu pasti tentang video yang beredar soal jemari Puan, apakah memang iseng pencet tombol mic atau sedang menggeser handphone, belum ada penjelasan resmi dari Puan sendiri.
Namun Masinton Pasaribu, politisi PDI Perjuangan membantah kalau Puan yang mematikan microfon. Soal microfon sebelumnya juga pernah terjadi, yaitu saat Ketua DPR RI dipimpin Marzuki Alie. Ketika itu ada anggota parlemen yang interupsi lalu mic tidak berfungsi. Marzuki Ali keika itu membantah jika dirinya mematikan mic.
Sedangkan pihak Sekretariat Jenderal DPR RI beralasan bahwa mic di parlemen disetel otomatis, artinya kalau ada lebih dari lima orang bicara dalam waktu bersamaan maka otomatis akan mati.
Terkait microfon mati memang menjadi pembicaraan yang tak kalah seriusnya dengan aksi demo para buruh dan mahasiswa. Anggota DPR RI Fraksi Demokrat Irwan Fecho membantah jika dirinya bicara lebih dari lima menit. Irwan mengaku baru bicara dua menit lebih beberapa detik. Untuk meyakinkan publik, Irwan pun mengupload video saat dirinya interupsi di twitter dan hanya dua menit lebih beberapa detik.
Gara - gara mic mati inilah Fraksi Demokrat kecewa dan akhirnya walkout. Alasan ini sebenarnya hanya sekadar sindirian, karena Fraksi Demokrat sudah jauh - jauh hari menolak undang - undang ini bersama Fraksi PKS.
Konon mic di parlemen diseting akan mati otomatis ketika melebih lima menit, artinya anggota parlemen tidak bisa bericara lebih dari lima menit.
Memang suara parlemen menjadi kurang nyaring terdengar ketika tidak menggunakan Mikrofon, alat pengeras suara yang memiliki sejarah panjang ini strategis karena membantu kekuatan volume bicara anggota parlemen.
Ketika mic mati maka media pun tidak mendengar apa yang disampaikan mereka, padahal dari medialah masyarakat luas menjadi tahu apa sebenarnya yang disampaikan anggota parlemen. Pada pembahasan yang tidak begitu penting urusan mic tdak begitu kuat mendapat sorotan publik.
Namun pada kasus pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang - undang tentu saja menjadi sorotan jutaan mata. Beruntung anggota parlemen yang interupsi sadar media sehingga mencari media sebagai gantinya mic, meskipun rasanya sudah berbeda karena tertinggal dengan momentum.
Gara- gara mic yang mati ini pula otak netizen berputar dan memicu adrenalin mereka, ada yang membuat tik tok lagi bernyanyi lalu disandingkan dengan situasi saat Puan Maharani memimpin sidang dan tiba - tiba mati.
Berhentilah ia karaoke sembari ngedumul karena micnya mati. Sindiran pedas yang dikemas komedi seperti ini mulai betebaran di sosial media. Sejatinya memang mic tidak boleh mati, biarkan anggota parlemen bicara karena memang dia digaji untuk bicara.
Terkecuali bicaranya sudah ngelantur kesana kemari itu bolehlah dimatikan, tetapi ketika membahas serius seperti UU Cipta Kerja seharusnya biarkan mic itu berfungsi, bahkan kalau perlu suaranya dibesaarkan agar rakyat tahu apa yang sebenarnya anggota parlemen bicarakan.
Microfon itu salah satu simbol suara lantang makanya ketika mic mati kelantangan itu tdak terdengar. Kalau toh terdengar itu hanya dimedia yang rasanya tidak selezat ketika bersamaan dengan momentum itu terjadi.
Kita berharap kedepan tidak ada lagi microfon mati di parlemen karena rakyat pasti ingin mendengar apa yang mereka bicarakan, apa yang mereka perjuangkan dan apa yang mereka usulkan.
0 Komentar