Sulit rasanya menghapus nama Amin Rais pada momentum Reformasi. Meski hanyak tokoh lain ketika itu, tapi nama Amin Rais yang paling tenar dan seperti menjadi ikon Reformasi.
Tampaknya juga demikian ketika menyebutkan nama Partai Amanat Nasional (PAN) juga tidak lepas dari nama Amin Rais. Dialah tokoh sentral yang dimiliki PAN sebelum akhirnya memilih membuat perahu sendiri yaitu Partai Ummat.
Karena Amin Rais bagian dari sejarah PAN maka tidak mudah menghapus nama Amin Rais dari PAN. Maka realitas kepergian Amin Rais dari PAN pasti akan berpengaruh pada PAN nantinya.
Mungkin yang masih menjadi debatable hanya prosentasenya, seberapa besar kepergian Amin Rais menggerus suara PAN nanti pada 2024. Tapi kalau pertanyaanya berpengaruh apa tidak, jelas berpengaruh.
Ketokohan Zulkifli Hasan, Ketua Umum PAN tidak sefenomenal Amin Rais. Kehadiran Partai Ummat jelas akan membayangi perolehan suara PAN, meskipun kita tidak tahu berapa prosentasenya. Tapi kalau berpengaruh pasti !
Buat kader PAN yang mencintai Amin Rais dan PAN pasti terpukul dengan realitas politik seperti sekarang. Tapi ini realitas politik yang harus ditelan. Kalau dalam teori marketing communication ada yang disebut product life cycle atau siklus produk maka PAN posisinya diantara mature dan decline.
Kalau nantinya benar - benar menggerus suara PAN maka berarti PAN akan berada di posisi decline, sebaliknya kalau mampu mempertahankannya maka akan berada di mature.
Sebenarnya hampir semua partai politik mengalami apa yang dirasakan PAN saat ini. Sebut saja Parai Golkar ada pecahanya yang didirikan oleh mantan politisi Golkar, seperti Partai Berkarya, Nasdem, Hanura.
PKS juga ada pecahannya yaitu Partai Gelora. Yang membedakan hanya cara meresponya. Golkar mungkin karena partai tua relatif cepat moveonnya ketika diterjang prahara keretakan diinternal partai.
Buktinya Golkar sampai sekarang masih eksis. PKS juga berupaya moven meski harus melalui proses berliku dan panjang karena sampai ke pengadilan.
Persoalan yang dihadapi PAN sebenarnya jauh lebih ringan dibandingkan yang pernah dihadapi PKS. Itulah mengapa saya sering katakan kepada beberapa orang PAN dan Partai Ummat, terima saja itu sebagai realitas dan fokus bagaimana menghadapi Pemilu 2024 ketimbang meratapi apa yang terjadi.
Saya bisa memahami, mungkin buat saya yang bukan siapa - siapanya PAN mudah mengatakannya, tapi bagi kader PAN memang cukup menguras emosi. Sebuah peristiwa yang semula tidak pernah terfikirkan bahkan tadinya PAN menjadi penonton konflik internal partai lain sekarang justru yang menjadi tontonan orang lain.
Tapi apa boleh buat, ini realitas politik yang mungkin telah menjadi suratan takdir PAN. Pahit memang, kaget memang tapi mungkin ada hikmahnya. Hikmahnya apa saja, teman teman PAN yang lebih tahu.
Penulis | Karnoto
Chief in Editor BantenPerspektif
0 Komentar