Salah satu pondasi yang mensukseskan penjualan suatu produk adalah strategi komunikasi marketingnya, baik melalui advertising, komunikasi visual, media planning, event maupun public relation. Begitu pun partai politik yang "menjual" calon Presiden untuk pemilu. Salah satu yang terlihat ada perubahan gaya komunikas "menjual" calon presiden adalah PKS.
Pengamatan saya dalam beberapa pekan terakhir, ada gaya yang berubah pada saat membuat atau merilis komunikasi visual Salim Segaf Al Jufri, dimana sebelumnya menuliskan lengkap namanya yaitu DR. Habib Salim Segaf Al Jufri, tetapi belakangan hanya dituliskan Dr.Salim.
Sebagai orang MarComm saya paham betul mengapa hanya dituliskan singkat tanpa embel - embel Habib atau ustadz, tetapi lebih menonjolkan bahwa dia seorang doktor dengan nama Salim, tanpa dituliskan Segaf Al Jufri. Menurut saya ini strategi komunikasi yang baik untuk menghindari resistensi atau menjangkau khalayak yang notebene adalah masyarakat umum.
Ketika dituliskan dengan nama lengkap maka orang biasa dikalangan bawah tidak terlalu respek, karena ada dua kata yang cukup resisten, yaitu Habib dan Segaf Al Jufri. Maka cara paling aman adalah hanya memakai DR.Salim.
Kata itu lebih fimiliar dan tidak menimbulkan resisten terutama persepsi masyarakat umum karena sebutan nama Salim sudah akrab. Bukan sekadar akrab di telinga melainkan akrab di rumah, di lingkungan RT, di lingkungan desa.
Sayanngya saya melihat apa yang dilakukan itu belum semuanya bisa dibaca oleh jejaring PKS, terutama di daerah. Sampai sekarang masih banyak ditemukan yang menuliskan atau menyebutkan nama lengkapnya. Mungkin ini baru pemanasan atau seperti apa saya tidak tahu persis.
Tetapi secara teoritis apa yang sedang dilakukan merupakan salah satu cara yang tepat untuk mengendorkan gap antara produk dalam konteks ini Salim Segaf Al Jufri dengan masyarakat secara luas.
Selain merubah sebutan, strategi PKS untuk menjual calon presiden ini juga memakai strategi advertising yang bersifat reminder, yaitu mengulas, mengopload kinerja dan peristiwa masa lalu yang pernah dilakukan Salim Segaf Al Jufri ketika menjadi Menteri Sosial. Beberapa diantaranya, ketika ia meminta ditilang polisi karena melanggar lalu lintas, tidur lesehan dan konten - konten yang targetnya mengingatkan memori publik bahwa pernah ada seorang Mensos Indonesia yang layak diapresiasi.
Konten ini menurut saya bagus karena menjadi semacam penyanding dengan perisitwa Kementerian Sosial dimana seorang menterinya terjerat kasus korupsi dana bantuan sosial. Iklan reminder semacam ini lumrah dan biasa dalam komunikasi pemasaran. Kalau dalam produk komersial, biasanya strategi ini dipakai oleh brand - brand yang sudah cukup kuat.
Brand level ini memang jarang sekali pasang iklan, kalau toh pasang konten advertisinngya hanya sekadar reminder atau mengingatkan. Mengapa demikian? Karena brand level ini sudah memiliki customer loyalis yang tidak bisa digeser - geser dengan kehadiran brand baru.
PKS sebagai sebuah partai politik juga memiliki pengikut loyalis yang tidak bisa digeser - geser. Apakah strategi ini akan berhasil untuk menaikian positioning Salim Segaf Al Jufri? Tentu saja terlalu dini untuk menilai, selain itu PKS memang tidak bisa mengandalkan strategi ini tetapi harus memakai komunikasi pemasaran yang terintegrasi atau dalam teori Marketing Communication disebut IMC (Integreated Marketing Communication). **
Karnoto
Founder BantenPerspektif
0 Komentar