Dihadapkan pada dua momen dalam setahun seperti pemilu sebelumnya para pemain ngos-ngosan, apalagi ini dihadapkan pada tiga momen politik sekaligus sudah pasti super ngos-ngosan.
Situasi politik ditahun 2024 jelas berbeda dengan tahun - tahun sebelumnya. Pertama Pemilu 2024 masih ada imbas dari krisis akibat pandemi Covid-19, dimana situasi perekonomian belum pulih bahkan sebagian ahli memprediksi akan semakin parah ditahun politik.
Hubunganya apa dengan politik? Kita ketahui bersama bahwa politik di Indonesia membutuhkan support finansial yang cukup lumayan menguras kantong atau dompet. Sekadar untuk ongkos pileg ditingkat kabupaten dan kota saja membutuhkan kisaran Rp 500 juta lebih.
Angka ini bukan khayalan belaka tetapi fix memang benar - benar terjadi pada pileg tahun sebelumnya. Anda bayangkan sendiri kalau ditingkat kabupaten dan kota saja mencapai Rp 500 juta maka kita bisa memperkirakan untuk tingkat provinsi dan pusat, belum lagi calon kepala daerah sudah pasti puluhan miliar rupiah.
Kedua, Pemilu 2024 akan berlangsung secara beruntun tiga momen politik, yaitu pileg, pilpres dan pilkada. Jelas, sudah terbayang energi yang akan dikeluarkan untuk menghadapi tiga momen politik dalam waktu satu tahun. Dihadapkan pada dua momen dalam setahun seperti pemilu sebelumnya para pemain ngos-ngosan, apalagi ini dihadapkan pada tiga momen politik sekaligus sudah pasti super ngos-ngosan.
Simulasi saya begini untuk pilkada. Andaikan ada politisi yang lolos atau terpilih lagi menjadi anggota legislatif lalu maju lagi pada pilkada maka pasti akan berfikir ulang, kecuali mereka yang memiliki support system finansial yang memadai dan memiliki keyakinan akan menang. Jika tidak maka sama saja "bunuh diri".
Mengapa saya katakan bunuh diri bagi mereka yang lolos ke parlemen, keuangan terbatas apalagi ketokohan pun terbatas maka ketika maju pilkada harus rela menanggalkan kursi parlemen. Andaikan di parlemen sudah berjalan tiga atau empat tahun mungkin berani spekulasi untuk adu nasib.
Jadi, pada Pemilu 2024 terpilih lagi menjadi legislatif saja sudah luar biasa. Kecuali bagi mereka yang memiliki support finansial yang memadai. Mengapa urusan finansial ini sering diulang - ulang? Karena politik transaksional sekarang sudah terbuka.
Seorang politisi tidak lagi bisa mengandalkan ide, gagasan tetapi juga finansial. Dalam bahasa candaan sering dikatakan antara kapasitas dengan isi tas harus berimbang. Jika tidak maka dipastikan akan oleng, karena memang sudah sampai tahap transaksional terbuka di masyarakat.
Karnoto
0 Komentar