Sebagian menganggap kalau iklan outdoor itu tujuannya sama, yaitu langsung menjual padahal ada tahapannya.
Suatu ketika saya ditanya oleh seorang motivator dari Jakarta tentang potensi bisnis di ibukota Banten, Kota Serang. Lalu saya sampaikan kepada beliau begini.
Saya pernah belajar teori komunikasi marketing Pak, jadi kalau melihat sesuatu maka hal pertama kali adalah komunikasi yang paling dominan di kota.
Nah, di Kota Serang itu paling dominan baliho, spanduk, billboard politik maka dari situ kita bisa mendeteksi sejauhmana denyut bisnis dan denyut politik di kota ini.
Artinya, geliat bisnis di Kota Serang itu masih kalah dengan denyut politik. Ini berbeda dengan Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang boleh dibilang denyut bisnis di daerah itu jauh lebih terasa apalagi ketika musim normal.
Lalu sang motivator ini manggut-manggut. "Iya juga ya," kata dia. Saya kembali meyakinkan dia dan menanyakan kepada dia. "Baliho, spanduk apa yang bapak lihat ketika keluar Pintu Tol Serang?" tanya saya lagi.
Dia menjawab politik! Ada politisi, dewan, kepala daerah sekaligus pimpinan partai politik dan mereka yang mau maju ditahun 2024.
Apalagi sekarang akhir 2022, jelas para politisi mulai tebar pesona, pasang foto gagah dan cantik, senyum, yang hitam dibikin kuning langsat, yang susah senyum dipaksa senyum.
Salahkah mereka? Yang ga juga. Dalam konteks personal branding, baliho, spanduk,billboard adalah bagian dari aktivasi branding. Jadi bukan saja tidak salah, tapi memang harus dilakukan.
Hanya saja, konten aktivasi brandingnya yang mungkin perlu dirunut. Jadi, tidak semua konten itu disama ratakan karena targretnya juga berbeda. Ada yang awarnnes, persuasif dan reminder.
Dalam konteks personal branding, personality seseorang adalah produk maka selayaknya dipasarkan. Hanya saja cara komunikasi marketingnya yang memang terlihat tidak sistematis.
Sebagian menganggap kalau iklan outdoor itu tujuannya sama, yaitu langsung menjual padahal ada tahapannya seperti yang saya sebutkan di atas.
Saya justru heran ketika ada politisi atau mereka aktivis partai mencibir iklan, tapi pada sisi positif thingking saya mungkin yang dijulidi konten komunikasinya.
Namun dalam politik, sebagus apapun konten komunikasi yang dibuat maka tidak akan memengaruhi partisan partai lain. Namanya juga politik pasti akan bertemu dua hal, pertama musuh dan kedua konflik.
Itu dua karakter politik yang tidak bisa dihindari karena tujuannya sama, yaitu kekuasaan. Sementara pintu untuk sampai ke kekuasaan itu cuma satu jadi pasti saling sikut, saling menjatuhkan, saling geser dan saling tendang.
Yang membedakan itu cuma gaya. Ada culture partai yang terbuka, diam - diam, berusaha menyembunyikan walaupun akhirnya tercium juga ada yang tidak mau mengakui bahwa ada konflik.
Penulis,
Karnoto I Founder ANABerita.Com
- Pernah studi Ilmu Marketing Communication Advertising di Universitas Mercu Buana, Jakarta
- Eks.Jurnalis Radar Banten
- Eks.Jurnalis Majalah Warta Ekonomi Jakarta
*Tulisan Karnoto lainnya bisa juga dibaca
di www.kaly.my.id
0 Komentar