Breaking News

Ketika Andi Rahmat dan Fahri Hamzah Berbeda Pandangan



Seperti biasa setiap Rabu saya diundang untuk "menikmati" GeloraTalk yang menghadirkan sejumlah narasumber cukup kompeten dibidangnya. Namun kali ini menjadi istimewa menurut saya karena dua mantan Ketua Umum KAMMI, yaitu Fahri Hamzah dan Andi Rahmat hadir dalam satu forum.


Uniknya lagi, dua - duanya berlatarbelakang studi ekonomi dan hanya beda gaya. Dua - duanya juga pernah menjadi anggota DPR RI. Dan tentu saja ada narasumber lain yang juga kompeten. Saya mengenal dua sosok ini dan beberapa kali bertatap muka dalam beberapa momentum.

Tema Rabu kali ini soal Kenaikan BBM, isu yang sedang hot dan ramai dibicarakan publik. Andi Rahmat menjelaskan detail soal hitung - hitungan dunia perminyakan dengan bahasa yang mudah dicerna khususnya oleh saya yang sama sekali tidak memiliki basic tersebut tapi bisa menangkap apa yang dia sampaikan.

Padahal sebenarnya itu konten rumit kalau ngomongin barel, minyak swis dan kalkulasi matriks lainnya yang mungkin kalau bukan Andi Rahmat yang menjelaskan saya ga paham.

Andi Rahmat bicara soal minyak rusia, perdagangan global, termasuk persetujuanya tentang kenaikan BBM. Kalimat setuju Andi Rahmat tentu saja menarik ketika dilihat dari persepektif aktivis yang frame berfikirnya cenderung akan menolak kenaikan BBM dengan alasan membebani rakyat.

Tapi pada kalimat selanjutnya Andi menerangkan bahwa persetujuan atas kebijakan tersebut ketika dirinya berada pada posisi sebagai Menteri Keuangan dalam hal ini Sri Mulyani.

"Kalau saya dalam posisi Menkeu saya setuju, karena memang salah satu tugasnya adalah mencari uang untuk negara. Dengan situasi seperti sekarang ya apa boleh buat. Meskipun ada hal lain yang saya sendiri juga belum punya datanya," kata Andi.

Persetujuan Andi tersebut kemudian ditanyakan kepada Fahri Hamzah oleh moderator. Dan seperti gayanya dia, Fahri lebih banyak bicara dengan logika negara. Menurut Fahri, seharusnya menteri tidak sekadar mengatasi keuangan tetapi juga memikirkan efek terhadap rakyat.

"Kalau saya Presidennya maka saya akan bilang ke menteri atasi soal keuangan tapi jangan sampai membebani rakyat, begitu seharusnya logika negara," kata Fahri.

Menurut Fahri, hitungan - hitungan teori ekonomi omong kosong ketika hal itu tidak sejalan dengan fungsi negara yaitu mensejahterakan rakyatnya.

Yang menarik saya adalah kedua sosok ini sebenarnya cukup keras perbedaanya, Andi terlihat lebih rasional soal angka - angka sedangkan Fahri berfikir dengan kacamata negara dengan fungsi utamanya yang dia sebutkan di atas.

Meski berbeda tapi keduanya terlihat asyik, saling canda dengan dewasa. "Sekarang Andi Rahmat lebih bijak," kata Fahri yang disambut gelak tawa Andi Rahmat.

Dua - duanya saya akui memiliki public speaking yang baik sehingga ketika mereka berdua bicara enak didengar, punya kemampuan menyusun kalimat yang gampang dicerna dengan intonasi yang baik.

Kapan harus menekan suara, kapan bicara cepat, kapan mengeluarkan konten lucu tapi sebenarnya serius dan mengandung sindiran.

Sebab ada juga sebagian mereka yang studi lebih tinggi lalu hanya karena merasa ingin mendapat pengakuan bahwa dia studi lebih tinggai memakai kalimat yang sulit dipahami. Dan ini sering terjadi ditengah tengah kita.

Padahal inti dari komunikasi adalah pesan yang ingin disampaikan. Artinya kalau pesan itu ingin sampai dan dimengerti orang maka harus menyederhanakan kalimat jangan sebaliknya kalimat yang sederhana justru diperumit atau meminjam istilah Pak Jokowi ruwet.

0 Komentar

Type and hit Enter to search

Close