Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi Indonesia akan menghadapi musim kemarau pada tahun 2024. Awal musim kemarau diprediksi umumnya mundur dibandingkan dengan kondisi normalnya.
ANABERITA.COM. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi awal musim kemarau di Indonesia akan terjadi seiring aktifnya monsun (pergantian arah angin) Australia pada April 2024 yang akan dimulai dari wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, dan Pulau Jawa. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan musim kemarau diprediksi akan mendominasi hampir seluruh wilayah Indonesia pada periode Mei-Agustus 2024.
“Dari total 699 zona musim (zom) yang ada di Indonesia. Sebanyak 90 zom atau 13 persen diprediksi akan memasuki musim kemarau pada April 2024 yaitu di sebagian Bali, NTB, NTT, pesisir utara dari Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan bagian pesisir Jawa Timur,” kata Dwikorita dalam konferensi pers, Jumat (15/3).
Dwikorita menjelaskan sebanyak 133 zom atau 19 persen wilayah akan memasuki musim kemarau pada Mei 2024 yang meliputi wilayah Jakarta, sebagian kecil Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian Jawa Timur, sebagian kecil Maluku, Papua, dan Papua Selatan.
Sementara itu, sebanyak 167 zom atau 24 persen wilayah akan memasuki musim kemarau pada Juni 2024 yang meliputi sebagian besar Pulau Sumatra, Banten, sebagian besar Jawa Barat, sebagian Kalimantan Barat, sebagian kecil Kalimantan Timur, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Tenggara, Maluku bagian Kepulauan Aru, dan Tanimbar.
“Sedangkan sejumlah 113 zom atau 16 persen lainnya merupakan daerah yang memiliki musim hujan atau kemarau sepanjang tahun. Jadi keduanya (musim hujan dan kemarau) sepanjang tahun,” jelas Dwikorita.
Menurut Dwikorita, jika dibandingkan dengan rerata klimatologi dalam periode 30 tahun terakhir yaitu 1991-2020. maka awal musim kemarau 2024 di Indonesia diprediksi akan mundur sebanyak 40 persen dari zom.
Adapun wilayah yang musim kemaraunya diprediksi mundur yaitu sebagian Sumatra Utara, sebagian Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur. Lalu, sebagian besar Kalimantan, sebagian Bali, NTB, dan sebagian NTT, disusul kemudian, sebagian Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Barat, sebagian besar Sulawesi Tengah, Gorontalo, sebagian Sulawesi Tengah, dan sebagian Maluku.
“Wilayah-wilayah tersebut awal musim kemaraunya diprediksi mundur dibandingkan rerata klimatologinya,” ungkap Dwikorita.
Selanjutnya, BMKG memprediksi sebagian besar wilayah Indonesia atau sebanyak 317 zona musim akan mengalami puncak musim kemarau pada Agustus 2024. Wilayah sebagian Sumatra Selatan, Jawa Timur, sebagian besar Pulau Kalimantan, Bali, NTB, NTT, sebagian besar Pulau Sulawesi, Maluku, dan sebagian Pulau Papua diprediksi akan menghadapi puncak musim kemarau pada Agustus 2024.
Indonesia juga harus mewaspadai adanya wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau di bawah normal atau lebih kering dari biasanya.
Setidaknya ada 61 zom yang diprediksi mengalami kemarau di bawah normal terjadi di sebagian kecil Aceh, sebagian kecil Sumatra Utara, sebagian kecil Riau, sebagian Kepulauan Bangka Belitung, sebagian Jawa Timur, dan sebagian Kalimantan Barat.
“Kemudian, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Tengah, sebagian NTT, Maluku Utara, sebagian Papua Barat, sebagian Papua Tengah, dan sebagian Papua Selatan,” ujar Dwikorita.
“Namun terdapat beberapa wilayah yang mengalami puncak musim kemarau pada Juli 2024 yaitu sebanyak 217 zom yaitu 31,2 persen. Puncak kemarau pada September 2024 terjadi di 68 zom atau 9,7 persen,” tambahnya.
BMKG juga menyimpulkan awal musim kemarau umumnya diprediksi mundur dibandingkan dengan kondisi normalnya. Puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada Juli dan Agustus 2024.
Dalam menghadapi musim kemarau 2024, BMKG mengimbau kementerian, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk lebih siap serta antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau di bawah normal atau lebih kering dari biasanya.
Wilayah-wilayah tersebut diprediksi dapat mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, karhutla, dan kekurangan sumber air.
Sementara itu dosen program studi meteorologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Joko Wiratmo, mengatakan 61 zom yang diprediksi mengalami kemarau di bawah normal karena dipengaruhi oleh Dipol Samudra Hindia atau Indian Ocean Dipole (IOD).
“Ada kemungkinan IOD akan naik sedikit, tapi secara keseluruhan itu netral. Ada pengurangan curah hujan, misalnya di Aceh, Riau, dan lainnya karena memang di sana pola ekuatorial, sementara hampir banyak di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh monsun. Pola di mana monsun itu pada Juni dan Juli rendah curah hujannya,” katanya kepada VOA.
Joko menilai kecil kemungkinan akan terjadi karhutla dan kekurangan sumber air di 61 zom tersebut. Kendati demikian, potensi terjadinya karhutla dan kekeringan sumber air berpeluang terjadi di wilayah tertentu.
“Menurut saya tidak akan sampai mengarah ke sana (karhutla dan kekeringan sumber air) karena ini kondisinya kemarau seperti biasa.
Tapi kalau misalnya di wilayah tertentu mungkin pengurangannya banyak bisa saja. Kalau kurun waktunya agak lama lebih dari tiga minggu bisa jadi kering dan ada peluang. Tapi saya pikir kecil kemungkinan,” pungkas Joko.
VOA Indonesia | Editor: Aa
0 Komentar